[1]
Seorang teman sedang asik didepan laptopnya. membuka halaman facebook, halaman teranyar abad ini dengan kemampuan untuk bersosialisasi dengan canggih. dalam beberapa saat ia berbincang sejenak, menggugah (upload) foto yang baru saja ia foto dengan photobooth, sebuah aplikasi bawaan macintosh untuk dapat mengambil foto dengan efek tertentu, lalu memberi metadata/tag (data dalam data) dan mengomentarinya seraya memberi tahu temannya di Paris kegiatan di Jakarta saat itu.
Seorang teman lainnya baru saja mengunduh (download) gambar proyek restorannya dari email(kotak surat elektronik), teman lainnya sedang asik ber-tele conference dengan beberapa teman lainnya di Singapura yang tidak mudik, kala itu sedang libur lebaran di jakarta. Perubahan perubahan ini sangat nyata disekitar kita, kafe tongkrongan sekelas olala, coffee bean, dan starbucks mau tak mau menyediakan internet wifi untuk bekerja, karena pada dasarnya kopi dan internet adalah sebuah fasilitas kerja yang menyenangkan bagi banyak orang, apalagi bagi pekerja industri kreatif dalam mencari ide-ide baru.
Malam minggu ini, Plaza FX sedang sangat ramai ramainya. orang berlalu lalang, berhamburan, berbelanja, window shopping. manusia berputar, mengobrol, bercanda, berkelakar dengan manusia lainnya. Jam menunjukkan hampir pukul 12 malam, tetapi kegiatan tak seakan berhenti dengan menyepinya jalan sudirman didepannya. Mall ini buka hingga jam 3 pagi, menyungguhi arena sosialisasi yang luas dengan kafe, restoran, karaoke, dan lain sebagainya, termasuk internet gratis yang berusaha mewadahi gaya hidup (lifestyle) baru manusia urban Jakarta.
Sebutlah facebook, my space, friendster, technocrati, delicious, blogs, dan social media lainnya telah mempengaruhi gaya hidup sekarang. Ekonomi dan sosial telah beralih, berpindah menuju gaya baru. Perkembangan ini makin meningkat di Jakarta, Bandung dan kota besar Indonesia lainnya karena kurangnya ruang-ruang publik yang baik bagi penduduk kita. Ruang ruang publik yang seharusnya di jadikan tempat bersosialisasi tidak tersedia, sehingga manusia manusia ini mengandalkan fasilitas virtual sebagai ruang sosialisasi yang cukup aman dan cepat.
Manusia berbincang, berbagi data, bahkan dalam perkembangannya sebuah penyelesaian masalah perusahaan di kemukakan di internet dan dapat terselesaikan dalam waktu yang signifikan dibanding harus mengeksplor secara individual dengan keterbatasan. Internet kini adalah jaring dunia yang hampir tak terbatas, segala ragam informasi ada didalamnya, dan manusia manusia terkoneksi kedalamnya, bayangkan bila kita meresearch sebuah bangunan rumah, yang dulunya harus kita cari melalui buku, atau survey ke bangunan contoh, kini kurang dari 0.07 detik kita mendapatkan 1,260,000,000 hasil penelusuran google terhadap kata “house” sebagai bahan analisa kita.
[2]
Sebagai pekerja industri kreatif, kita mau tidak mau dihadapkan pada peluang baru dalam perubahan ini. sebagai contoh, seorang desainer arsitek sedang mencari sebuah model orang untuk dipakai dalam skala gambar, dibandingkan dengan membuat model baru, yang harus memakan sekitar satu jam, pekerja ini lebih baik mencari di internet dengan masuk ke forum sketchup. Dalam waktu kurang dari 2 menit, ia berhasil mendapatkan sekitar 500 hasil pencarian pada satu alamat forum, dan dalam waktu 5 menit berikutnya dipakai untuk mengunduh. Contoh lainnya adalah ketika seorang desainer mendapat satu proyek di Toraja, sang arsitek walau hanya melakukan survey sekali, ia bisa mendapatkan sebuah bentuk topografi dan keadaan tapak melalui google earth, kemudian untuk mencari sebuah karakteristik desain Toraja, Voila! dengan satu keyword “Toraja”, sang desainer berhasil mendapatkan jumlah entri yang mendukung untuk researhnya tentang Toraja.
perkembangan teknologi dan meningkatnya karya karya dan ide yang bertebaran di internet membuat satu perubahan penting dengan munculnya sebuah license baru, seperti open source, general public license, creative common license dan sebagainya. License license ini bertujuan untuk membuka sebuah kemungkian baru dalam memanfaatkan teknologi internet sebagai satu perpustakaan yang besar dan memudahkan sebuah pekerjaan yang sebelumnya terlalu rumit.
Dalam perkembangannya, saya semakin yakin dengan apa yang disebut Karl Marx bahwa kita sedang menuju ke dalam masyarakat sosialis, sebuah kritik pedas terhadap kekuatan aktor pemodal besar, dimana sebuah teknologi dan media telah membentuk sistem ekonomi baru, ekonomi yang diproduksi oleh kekuatan sosial.
Arsitektur pun turut serta didalamnya, sebua ide yang abstrak yang akhirnya mewujud dalam kekuatan baru, ia tidak lagi berupa sebuah kekuatan privat bagi perusahaan besar, di lain sana, di segala tempat di muka bumi, dimana bersemayam kekuatan pikiran tersembunyi, justru sebagai kekuatan yang harusnya dapat terangkul dalam media sosial. Perusahaan besar tidak lagi bergantung pada kekuatan pribadi dan internalnya yang mungkin terbatas, tetapi justru perusahaan besar dan konsultan konsultan kecil dapat merubah pola produksi desain dan mengefesiensikan proses produksi nya yang tinggi melalui kekuatan sosial media baru.
Dengan kolaborasi, dan media sosial yang baru, arsitektur kemudian dapat menjadi sebuah kajian kritis, dimana siapa saja, baik pakar, bahkan anak smp dapat dengan mudah mengomentari bahkan menambahkan sebuah ide menjadi ide yang matang dalam tempo yang tak terbayang sebelumya dibanding dengan nilai penelitian yang dapat memakan waktu dan biaya yang tinggi.
Akumulasi perubahan ini memunculkan kekuatan baru, “Anda telah melihat solusi dan portfolio saya! anda bisa kontak saya dimana saja!”
[3]
Diterangkan oleh Thomas Friedman, pengarang buku “the world is flat” bahwa globalisasi baru disebabkan dan menyebabkan perubahan kolaborasi dan cara perusahaan atau individu mengatur kemampuan berinovasi dan memproduksi sesuatu. Secara jelas wikinomics menurut Don tapscott dan anthony d williams adalah sebuah kolaborasi masal baru mengubah cara perusahaan atau masyarakat memanfaatkan pengetahuan serta kemampuan untuk berinovasi dan menciptakan nilai. Prinsip prinsip wikinomics sendiri adalah keterbukaan, kesebayaan (peering), (berbagi) sharing, dan bertindak global.
Media sosial kemudian meningkatkan produktifitas desain, dan mempercepat proses produksi ide. Media sosial kemudian pula menjadi sebuah perpustakaan besar yang dapat diakses siapa saja, anda orang Amerika, orang India, tidak peduli dimana anda berada, setiap orang dapat menjadi mitra anda.
Kritik pedas yang harus di perhatikan adalah keanonimanitas yang harus terus di awasi, sebuah media sosial kemudian berkembang dapat dipercaya bila ia terus melakukan pembaharuan, dan menjadi nilai data yang realible. Sebuah badan media sosial kemudian harus dapat melakukan pertanggungjawaban publik terhadap nilai keabsahan datanya, dimana nilai nilai ini akan tergantung bagaimana komunitas intinya dapat menyeleksi terhadap content-nya.
Bahkan dalam perjalanannya, gerakan gerakan media sosial ini mendapat tentangan dari eksekutif dan pemilik modal besar seperti Bill Gates (cnet.com), karena dianggap sebagai bentuk komunis, tetapi dengan perkembangan waktu, Howard Rheingold menjelaskan bahwa komunisme akan mencekik kebebasan individu, tetapi kolaborasi masa berbasis individu dan perusahaan akan menggunakan komputasi guna mencapai hasil bersama.
[4]
Perubahan kolaborasi dan cara individu atau perusahaan mengatur kemampuan untuk berinovasi serta memproduksi sesuatu yang baru ini, Sudah saatnya dijawab oleh para arsitek, sebuah media baru yang memungkinkan kita berkolaborasi dengan banyak pihak.
Dengan dibentuknya website jongArsitek! kami berusaha mengikuti Perkembangan teknologi sosial media ini membawa kita kepada jalan baru, sebagai penciptaan komunitas baru yang berdasarkan kepercayaan. Sebagai tempat dan wadah dimana anda sebagai arsitek ataupun siapa saja dapat berkolaborasi untuk meningkatkan kualitas pemikiran dan solusi arsitektural serta membuka kemungkinan-kemungkinan wawasan baru bagi Indonesia.
Kekuatan perseorangan dalam komunitas sosial, sebuah kekuatan baru demi kelangsungan kebersamaan.
Mengutip Michael Foucault dalam introduksi Anti OEdipus oleh Deleuze & Guttarri, bahwa hasrat tidak berasal dari kekurangan, sebaliknya hasrat adalah kekuatan produktivitas, “dia bukan sebuah teater, tetapi sebuah pabrik”
Hasrat (ber)arsitektur jangan dipendam! mari berkolaborasi untuk arsitektur kita.
We are the media!
paskalis Khrisno Ayodyantoro