Setelah keputusan yang impulsif, pertemuan random dan info yang sangat sedikit, akhirnya desember 2014 lalu, tiket pesawat garuda jakarta-ambon pp terbeli.
Sudah lama rasanya kepergian ke Kepualauan Banda di rencanakan, tetapi belum sempat terjadi. Kabar-kabar burung dan ulasan tentang pulau banda sudah banyak tersebar di Internet termasuk godaan-godaan manis orang-orang. Setelah seorang rekan lama, entah berjumpa dimana, bertemu, dan tetiba bilang akan ke banda hanya berdua, saya akhirnya mengajukan diri untuk ikut bersama dalam perjalanannya. dari satu orang kemudian menjadi total 7 orang ikut dalam rombongan ini. Kebetulan yang mempersiapkan trip ini sedang membuat paket-paket trip ke banda selanjutnya, setelah jatuh cinta dengan Banda, Abby sasih (+62812 12359725).
Perjalanan ke Banda seperti perjalanan jauh yang harus mempersiapkan waktu kurang lebih seminggu menyesuaikan jadwal transportasi yang tersedia.
Banda dalam sejarahnya adalah alasan besar para pedagang dari Eropa khususnya Portugis dan Belanda masuk ke daerah Kepulauan Indonesia. Pentingnya Banda bermula dari kegiatan perdagangan di Malaka yang saat itu memperjualkan buah Pala yang di bawa pedagang Arab dan Melayu yang merahasiakan asal muasal buah tersebut. Setelah Malaka di rebut oleh Portugis tahun 1511, ekspedisi pencarian rempah dan Pala dilakukan. Tahun 1512, Portugis sampailah di Kepulauan Banda.Tak sampai disitu, Kepulauan Banda dan pulau pulau di Indonesia kemudian menjadi perebutan Negara-negara lain seperti Inggris dan Belanda.
Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, Pulau Banda adalah salah satu tempat pengasingan Bung Hatta dan rekan rekan lainnya seperti Cipto Mangunkusumo, Sjahrir. Bung Hatta sendiri berada di Pulau ini dari tahun 1936-1942 karena gerak geriknya yang memmerjuangkan kemerdekaan Indonesia dianggap membahayakan oleh Pemerintah Belanda. Selama pengasingan di Banda, Hatta dan Sjahrir juga mengajar pendidikan dasar dalam Bahasa Belanda dan diam diam menanamkan jiwa nasionalisme.
Sejarah Kepulauan Banda yang panjang dan bergizi ini di lengkapi dengan keadaan alamnya yang mempesona. Lengkap dengan Gunung api, Pantai pantai yang indah dan Bawah laut yang memukau. Setelah sekian lama terisolir karena letaknya yang jauh, keterbatasan transportasi, dan musim ombak tinggi yang panjang di lautan sekitar Banda, Membuatnya sebagai tempat dengan alam yang masih terjaga dengan baik.
Untuk menuju Banda, paling mudah adalah dengan menjadikan kota Ambon sebagai transit. Dari Kota Ambon kita bisa menggunakan pesawat kecil atau Kapal Pelni. Sayangnya karena keterbatasan lahan di banda neira, hanya pesawat kecil yang bisa menjangkaunya. Maskapai Merpati yang cukup rajin ke banda, kini sudah tidak beroperasi, sehingga pilihan kami saat ini adalah dengan menggunakan Kapal Pelni. Dengan kondisi seperti ini, maka keberangkatan pesawat Jakarta-Ambon, kami sesusaikan dengan jadwal kapal Pelni yang beroperasi setiap 2 minggu sekali ke Banda. Kabarnya menurut penduduk Banda, kini Susi Air sudah beroperasi ke Banda 3 kali seminggu mulai Febuari 2015.
Perjalanan dari Kota Ambon ke Banda dengan Kapal KM Tidar menghabiskan waktu 8 jam. Sehingga keberangkatan kami dari jakarta ke Banda makan waktu 3 hari 2 malam. Kami berangkat jam 20.00 dari Ambon dan sampai di Pelabuhan Banda jam 03.00 pagi. Di pelabuhan Banda ketika ada kapal besar singgah akan menjadi pasar kaget, yang berisi penjualan makanan dari nasi kuning sampai ikan bakar.
Di Banda Sendiri, tentunya selain wisata sejarah, adalah island Hopping dengan dilengkapi aktifitas air seperti snorkeling/diving dan piknik di pantai. Ada banyak titik penyelaman/snorkeling. Kami sempat singgah di beberapa titik hanya saja kami tidak sampai ke pulau Rhun karena kondisi ombak yang kurang bersahabat.
Hari Pertama setelah istirahat menginap di Naira dive (Rp.300.000,- semalam dengan AC dan kamar mandi dalam), Kami menyempatkan ke titik Karnopol di Timur Pulau Banda Besar dan pantai di antara titik Karnopol dan Tanjung Burang. Kondisi koral sangat sehat jarak 20 meter dari bibir pantai, kedalaman kira kira 10-15 meter dan kemudian jatuh menjadi dinding koral. Setelah itu adalah Titik Keraka di Pulau Keraka dengan lansekap koral yang unik. Pulau Keraka adalah pulau dengan mercusuar yang ada di pintu masuk laut dari arah utara menuju Banda Neira. Di pulau Keraka ini pemandangan bawah lautnya sangat unik dan saya beruntung, agak merapat ke pulau kerakanya, menemukan 3 ekor hiu sirip hitam sedang berputar putar.
Hari Kedua kami memenuhi hari berkunjung ke Pulau Hatta. Pulau Hatta ditempuh dalam waktu 45 menit dari Banda Neira dengan kapal kecil. Kami berkunjung ke titik utara dan selatan. Kondisi laut cukup berombak sehingga 60-80 meter dari pantai di kedalaman 1-3 meter air menjadi keruh. Lepas dari air keruh, jarak pandang menjadi sangat jernih, hingga kedalaman 15 meter. Di area dinding koral, ikan ikan sangat banyak sekali, dan daerah utara Pulau Hatta, kondisi lansekap koralnya seperti berbukit menjadi tempat yang menarik ikan-ikan bersembunyi. Di pulau ini juga kami makan siang dengan membakar ikan kuwe yang kami bawa dari Banda Neira.
Hari ketiga kami mengunjungi desa Lontor di Pulau Banda besar untuk melihat Hutan Pala dan Kenari. Di sini kami mengunjungi Pantai Nama di Selatan. Berangkat dengan Ojek (Rp.25.000) sekali jalan melewati jalan jalan setapak kecil selama 15 menit dan kembali dengan berjalan kaki selama 30 menit. Pantai Nama berada di bawah karang-karang, sehingga harus berhati hati untuk turun. Di pantai Nama ini seperti pantai milik pribadi karena tidak ada fasiltas dan pengunjung lain. Di pantai Nama ini koral turun hingga sekitar 20 meter dan berbatas dengan dinding koral. Di pantai ini juga kami menemukan penyu, kumpulan ikan tuna, Clown Triggerfish, Triggerfish lainnya, Napoleon sebesar 80 cm, bumphead parrotfish dan ikan ikan lainnya.
Hari keempat kami mulai dengan melihat matahari terbit di Landasan pacu. Uniknya karena sedikitnya penerbangan ke Kepulauan Banda, Landasan pacu di pulau ini di gunakan oleh masyarakat menjadi ruang publik. Dari tempat jogging track hingga tempat berputar putar dengan motor tumpah ruah di landasan pacu ini. Siang setelah istirahat, saya mencoba ke titik lava flow. Titik lava flow ini menjadi penelitian karena seperti di Pulau Krakatau, perkembangan koral bawah laut di titik ini setelah erupsi tahun 1988 sangat cepat. Sore hari kami juga menyempatkan berkeliling untuk mengunjungi Benteng benteng, dan bangunan bangunan bersejarah lain seperti Istana mini karena kemiripannya dengan Istana Bogor dan Tempat pengasingan Bung Hatta yang bersebelahan dengan Lapas.
Di penginapan kami sendiri juga merupakan titik tempat melihat ikan mandarin yang berwarna warni dan semakin langka. Ikan Mandarin yang panjangnya tak lebih dari 10 cm ini bisa di temukan keluar dari persembunyiannya sekitar jam 16.30 sampai matahari tenggelam. Sekitar 6 ikan mandarin yang saya temukan ada di lokasi ini.
Ke Banda belum lengkap bila belum mencoba ikan bakar khas pasar dengan nasi kuning. Juga belum lengkap tanpa mencoba roti selai palanya sambil ditemani kopi pala atau teh kayu manis sambil memandang bintang yang memecah langit kelam.
Satu mimpi saya lagi bila bisa kembali ke kepulauan Banda adalah berkunjung ke Pulau Rhun atau Neilaka yang konon pemandangan lautnya paling baik dan mungkin menjumpai hiu hiu martil/hammerhead.
Sampai jumpa Lagi Banda 🙂