Portugal, Spanyol Desember 2018

Siang itu cuaca dingin tidaklah menyerang tulang seperti bulan desember di Saint Petersburg 2 tahun lalu. Cuaca cerah, 18 derajat dengan matahari menyengat. jam 12 siang rumah makan Boa Bao begitu padat. Di terasnya tampak rombongan wisatawan asia terlihat berisik, jumlahnya 8 tetapi dengan suara lebih dari 20 orang. Seorang pelayan kemudian memasang tiang pemanas, cuaca dengan cepat berganti mendung. Matahari yang menyengat menghilang menyisakan angin yang dingin. Siang ini Bairro Alto terlihat lengang. Hiruk pikuk dan bingar rumah makan dan bar ketika malam menyisakan lansekap labirin yang berbukit. Mendung menggelantung membuat salah satu di rombongan asia memesan entradas, Gua bao dengan isi classico barriga de porco, segempal daging babi setebal 5 centimeter dengan pao tipis ditemani dengan segelas sagres; “Uma garrafa de Sagres” sahut seorang pelayan dalam bahasa Portugal memesan satu gelas bir lokal.
 
Bairra Alto adalah salah satu distrik di Lisbon yang ramai di kunjungi wistawan. Dengan perbukitan dan perumahan padat, Bairra Alto terkenal dengan keramaian rumah makan dan bar ketika malam menjemput. Tidak seperti negara lain, Kota-kota di Portugal dan Spanyol justru memulai kehidupannya ketika makan malam di mulai. Jalan-jalan terlihat padat, bangunan terlihat sesak, bahkan copet-copet menggentayangi turis di area tersebut. Tak tertinggal trem 28 adalah trem yang selalu ramai menembus jantung kota-kota di lisbon terlihat sesak.
 
Lisbon adalah kota utama di Portugal. Lisbon terletak di pinggir mulut laut atlantik dengan kepadatannya yang chaos. Seorang penulis novel Robert Wilson di novelnya A Small Death in Lisbon, menulis tahun 40 an, lisbon menyerupai mulut yang tidak pernah ke dokter gigi sekian lama. Lisbon memang di kenal dengan kota dimana para mata-mata seluruh Eropa pada perang dunia ke 2 berkumpul. Casino Royale adalah salah satu novel pertama Ian Fleming tentang mata-mata bernama James Bond yang bermula di Lisbon. Pada saai itu kasino-kasino adalah tempat para mata-mata bertemu dan bertukar informasi.
 
Lisbon yang berumur tak kurang dari 3000 tahun mengalami segala dinamika kota, dari perang, hingga di jajah. Lisbon mulai berjaya ketika pahlawannya Vasco da Gama menemukan India setelah memutari benua Afrika. Lisbon kemudian menjadi negeri kaya dengan rempah dan sutera. Penerus-penerusnya yang mencapai Brazil membawa emas dan batu-batu berharga kembali Ke Eropa. Salah satu titik terendahnya adalah ketika Lisbon di hantam gempa besar pada tahun 1755. Lisbon yang dihampiri tahun 2018 ini tidak jauh dari bayangan. Lisbon adalah kota dengan para wanita cantik, dikelilingi para pelantun puisi, para doktor dari Coimbra dan pria pria berjenggot. Beberapa kata-kata hampir mirip dengan bahasa Inggris dan dekat dengan bahasa di Indonesia, seperti gereja dan gratis.
 
keluar Dari Bairro alto menuju ke selatan dan pinggir pantai adalah jejak jejak peninggalan kota pelabuhan yang padat, dan juga hasil dari pembangunan World Expo tahun 1998. LIsbon membangun obyek-obyek vital baru seperti paviliun Portugal, stasiun besar Do Oriente dan penataaan kawasan sepanjang pantai hingga ke area Belem, Belem redescoberta. Area Belem adalah area historis dimana dahulu adalah tempat pelabuhan pertama Vasco da Gama melangsungkan pelayarannya. Di dekatnya juga terdapat monasteri dos Jeronimos, dimana jasad Vasco da Gama di semayamkan. Kini Kawasan Belem menjadi kawasan kebudayaan dan wisata dengan museum-museum baru seperti Pusat kebudayaan Centro Kulturel de Belem, Museu do coches atau museum angkut yang di desain oleh Paulo Mendes Da Rocha dan MAAT atau Museu de Arte, Arquitetura e Tecnologia yang didesain oleh Arsitek Inggris, Amanda Levete.
 
Museum Angkut di desain menggantikan museum lama didekatnya, dengan pendekatan 180 derajat. Museum yang lama menempati bangunan neo klasik sedangkan desain Da Rocha lebih banyak dengan beton brutal, pendekatan modern. Museum tersebut menjadi rumah bagi kendaraan-kendaraan kerajaan dari tahun-tahun sebelum mesin ditemukan. MAAT dari luar lebih tampak seperti lansekap putih yang timbul di kawasan pinggir laut. Atap MAAT bisa di akses oleh publik untuk menikmati pantai, sedangkan atap lobinya berupa kanopi yang menjorok miring dengan maksud memantulkan cahaya matahari dan warna laut ke area lobby. Kulit bangunan MAAT di tutup oleh keramik-keramik putih yang memantulkan sekitarnya. Keramik sendiri merupakan tradisi kerajinan bangsa Portugal yang hadir ribuan tahun yang lalu. Tetapi di Belem bukan hanya museum dan Vasco da Gama saja yang terkenal, kini turis berburu Pasteis de Nata, sebuah eggtart yang yang menjadi makanan khas di Portugal. Duduk di teras menjelang senja dengan Pasteis de Nata ditemani sesisip moscatel de setubal mungkin adalah salah satu cara untuk terlihat menjadi warga lokal.
 
sebenarnya ada satu pepatah Portugal “Olive oil, wine and friendship – the older the better.”, sama seperti rombongan asia yang merupakan kami sendiri, setiap malam di isi dengan makan bersama-sama dengan entradas berupa roti dingin dan olive oil yang tidak cocok dengan perut asia, tetapi di imbangi dengan wine baik itu tinto (merah) atau branco (putih) dan mungkin ketika malam menjemput port atau moscatel bisa menjadi pilihan. Port atau moscatel adalah minuman anggur khas dari Portugal dimana Anggur dijadikan sekelas liquor dengan alkohol mencapai diatas 40 persen. Demi persahabatan tentunya.
 
***
 
Restoran Cambados dari yang sebelumnya sepi berubah menjadi ramai. Suara orang berbicara, berpindah kesemua arah berlangsung di lantai bawah dan atas. Sebuah bangunan khas estate spanyol berdinding stucco kasar putih dengan genteng-genteng terakota ini tidak berbeda dengan perumahan di sekitarnya. Di restorannya ditulis “El Cambadés Que Trajo El Marisco A Andalucía“, Dari sinilah makanan laut di kenalkan ke Andalusia. Cambados memang unik, dia menyediakan menu-menu khas laut galilea, berbeda dengan restoran makanan laut lainnya di sekitarnya.
 
Keramaian itu tiba-tiba terjadi serentak. Padahal bagi rombongan, untuk mencari restoran ini di tengah perumahan yang padat berblok-blok sulitnya setengah mati. Padahal aplikasi googlemap sudah menunjukkan lokasinya dengan persis, tetapi beberapa kali kepala rombongan-dia yang memiliki sinyal dan handphone dengan googlemaps– menyasar dan mengulang jalan yang sama. Jalan yang mirip, dengan rumah stucco putih, dan pohon-pohon jeruk limun yang pahit berbuah dengan lebat.
 
cuaca malam ini sekitar 16 derajat. jalan jalan yang menuju restoran cambados terlihat sepi. Jam baru menunjukkan pukul 18.30 waktu lokal. Suasana di kejauhan dengan bar yang bingar hingga keluar ke jalanan membuat suasana mencekam bagi rombongan. Mobil-mobil pembersih jalan menyampu jalan yang penuh dengan pecahan botol. Bir-bir ditinggalkan berserak hingga berblok-blok. Hari ini di stadion Benito Villamarin sedang di langsungkan pertandingan antara Real Betis dengan Santander. Berbondong bondong hingga 5000 orang mabuk dengan murah, meminum berbotol-botol bir sebelum masuk ke stadion. Stadion Benito Villamarin adalah kandang bagi Real Betis, mungkin itu membuat warga sekitar mendukung dengan brutal. Bagi kami, semoga Real Betis menang.
 
Di meja, 4 ekor Lubina atau ikan sea bass yang di panggang di dalam garam seberat masing-masing 3 kilo sudah dihabiskan 24 orang. Kini setelah berusaha menghabiskan Milhojas de nata makanan penutup serupa mille-feuille yang dihidangkan, restoran menjadi sangat berisik. sebelumnya dari kejauhan sorakan stadion bergemuruh. Tampaknya doa kami dikabulkan. Real betis menang, manusia-manusia pulang dengan teratur, dan sisanya berhimpit di lantai satu di restoran Cambados. Kami keluar dengan mata memandang aneh hingga antrian yang mengular diluar pun tak luput memandang aneh.
 
Stadion ini memang cukup aneh. Terletak di antara perumahan padat, bahkan perumahan untuk pada pegawai kedutaan besar, stadion Benito Villamarin tidak memiliki ruang plaza yang besar sebagai ruang berkumpulnya masa penonton setelah selesai pertandingan. Bayangkan bila pemain di kandang sendiri kalah mengingatkan tentang jakarta dengan PERSIJA-nya ketika kalah dan brutal merusak sekitarnya. Diluar itu semua, kami berada di seville.
 
Seville dalam masa lalu adalah kota-kota semenanjung selatan Spanyol yang di perebutkan oleh dunia islam dan kristen. Seville mencapai puncaknya abad ke 14-16, ia menjadi monopoli tempat penghubung ekonomi antara amerika dan india, Seville – puerto y puerta de Indias, gerbang ke India. Kejayaan itu tak selamanya mulus karena pada abad 17 awal dan 18 seville diserang wabah yang menghabiskan separuh warganya. Kini Seville yang berada di bagian Spanyol Andalusia, menjadi kota bersejarah penuh dengan turis dan bar-bar tapas serta hasil dari ruang-ruang publiknya yang indah.
 
Salah satu revitalisasi yang menarik adalah Metropol Parasol. Metropol parasol sang Las Setas, sang jamur, begitu warga lokal menyebutnya, menjadi penanda kota yang baru dan menjadi bagian kota yang akan selalu di ingat bila bertandang ke kota Seville. Proyek ambisius ini dimulai ketika pemerintah daerah Seville ingin merevitalisasi pasar di plasa Encarnación. Ketika membongkar pasar eksisting yang rusak pada tahun 2000-an, diketemukan jejak arkeologis dari zaman romawi hingga perumahan khas khilafah Almohad dari Maroko ketika menduduki Seville. Pemerintah daerah kemudian menginisiasi tender konsultan arsitektur dari seluruh dunia pada tahun 2004 untuk meremajakan kawasan ini.
 
Jurgen Meyer, arsitek Jerman, pemenang desain menyebutkan struktur jamur raksasa itu terinspirasi dari lengkung portal dari struktur bangunan Katedral utama di Seville. “Kathedrale ohne Wände” katanya, katedral tanpa dinding! Metrosol Parasol terdiri dari 5 lantai, lantai paling bawah adalah area dimana jejak arkeologis dibuka dan di dapat dinikmati menjadi museum, kemudian lantai atasnya sebagai plasa terbuka dan relokasi pasar tradisional yang sudah ada. Di atap pasar dijadikan plasa yang lebih tinggi, kemudian 2 lantai di atasnya lagi adalah jalur untuk menikmati pemadangan di ketinggian dan kafe kecil.
 
Berlama-lama di metropol parasol menanti matahari terbenam memang menyenangkan. Wanita-wanita cantik dan pria-pria ganteng rapi beredar di malam minggu ini dengan baju terbaiknya. Sambil menyeruput kopi dan selembar tipis Jamon Iberico de bellota di kafe algrano yang sibuk sekali, sesaat meresapi menjadi orang lokal. Namun pribahasa lokal; Quien se fue a Sevilla perdió su silla, menyentak. Semakin lama melancong, tugas-tugas menumpuk di rumah, bisa-bisa jabatan kita bisa di ambil alih. Saatnya Pulang!
 
Perjalanan HAP 2018 tahun ini bukan hanya ke Lisbon, tetapi ke kota-kota sekitar lain seperti Seville di Spanyol serta kota universitas di Coimbra dan kota terujung Benua Eropa, yaitu Cabo da Roca di area Sintra.
 
***
 
(bersambung)
 
obrigado
 


 

 

 

About the author