…
grazie!
prego! Jawabnya.
Setelah mengantri selama 30 menit di angin sepoi yang dingin ini, seorang perempuan muda berambut pirang keluar dari pintu kecil kemudian menawarkan menu. Tak berselang lama, kursi dan meja dibersihkan dan disiapkan dari pengunjung sebelumnya. rumah makan yang berada di sekitar tembok Roma ini terasa kecil di dalam. Hanya 8 meja di dalamnya, yang berarti hanya 16 pengunjung yang di layani oleh 2 orang. Fettuccine salmone e spinaci terasa nikmat, masih hangat, tidak terlalu lengket dan pastanya terasa al dente. Kenyal namun mudah di kunyah berselimut krim dengan taburan ikan salmon dan sayur bayam.
Begitulah kondisi rumah makan Borghiciana Pastificio Artigianale siang hari ini. Setelah piring terlihat habis, pelayan akan dengan sigap menanyakan bagaimana makanannya, dan menanyakan menu lain atau langsung ke makanan penutup. Tiramisu al pistachio menjadi pilihan penutup siang ini. Tak heran sekarang jam 12 siang pas, sebelumnya yang hanya 5 orang mengantri, sekarang di luar pintu sudah mengular antrian hampir 50 meter.
Di tembok bersejarah kota Roma selain rumah makan ini juga bertaburan toko-toko yang melayani turis. Inti kota Tua Roma berada dalam radius 3 Kilometer. Peninggalan sejarah bangunan dari zaman Romawi bertaburan di seluruh kota. Yang menarik adalah negara di dalam kota Roma, Vatikan.
Vatikan dan roma seperti negara-negara lain memiliki sejarah dibangun dengan harapan dan konflik selama berabad-abad. Kita bisa melihat tembok-tembok besar yang mengelilingi kota. Tembok-tembok yang menghalau musuh-musuh pada zamannya. Di Kota Roma ini paling tidak kita akan melihat 3 tembok besar. Dinding Servian yang dibangun oleh Servius Tullius-seorang raja ke-7 kerajaan Roma pada abad 4 SM. Dinding Aurelian yang dibangun oleh Raja Aurelian-seorang kaisar Romawi pada abad 3 M. Dan dinding Leonine di sekitar Vatikan dibangun oleh Paus Leo IV pada abad ke-9. Di dalam tembok ini kita bisa berjalan dalam radius yang nyaman untuk menikmati peninggalan bangunan atau artefak dari zaman Romawi hingga ke zaman pencerahan.
Berkunjung ke Kota Roma kurang gurih tanpa menyempatkan ke Vatikan. Sebuah tempat dengan sejarah Iman yang menarik. Vatikan sendiri berupa negara dengan luas 44 hektar. Pada masa Romawi, area ini adalah lahan tak subur dengan kondisi berawa di pinggir sungai Tiber. Di area ini pada tahun ke-40 Kaisar Caligula yang dilanjutkan anaknya Kaisar Nero membangun Circus Gaii et Neronis. Sirkus Nero adalah tempat balap kuda yang kemudian menjadi tempat banyak kematian orang Kristen karena menjadi kambing hitam setelah kebakaran hebat di Kota Roma. Di Sirkus Nero ini juga diyakini sebagai tempat Petrus disalibkan secara terbalik. Peninggalan yang tersisa dari Sirkus Nero adalah Obelisk yang di bawa oleh Kaisar Caligula dari Mesir. Obelisk ini sekarang berada di tengah lapangan Piazza san Pietro.
Vatikan sendiri baru dibangun pada abad ke-14 setelah sebelumnya para paus biasa tinggal di kota Avignon, Perancis. Dari abad ke-14 ini kemudian para paus menambah dan menyempurnakan bangunan-bangunan yang ada di dalam Vatikan. Vatikan sendiri menjadi negara pada tahun 1929 melalui perjanjian Lateran. Perjanjian Lateran adalah kesepakatan antara Mussolini, Raja Vittrorio Immanuelle III dan Paus Pius XI yang menyatakan Vatikan sebagai negara merdeka berdaulat dan Agama Katolik sebagai agama utama di Italia. Vatikan adalah negara kecil yang unik. Vatikan hanya berpenduduk tak lebih dari 900 orang dan dijaga oleh Corpo della Garda Svizzera, resimen tentara yang menjaga negara Vatikan yang di impor dari Swiss.
Selain menikmati beragam pasta dan pizza, karya seni adalah bagian penting dari kota Roma dan Vatikan. Musei Vatikanadalah museum kedua yang terbanyak dikunjungi oleh turis di seluruh dunia setelah Louvre-Perancis. Di museum ini kita bisa melihat banyak artefak dan koleksi karya seni dari kepercayaan pagan hingga koleksi karya seni kontemporer. Selain beberapa galeri menarik di Museum Vatikan, yang paling menarik adalah Cappella Sistina.
Kapel Sistina dipugar oleh Paus sistus IV pada abad 15 dan hingga kini menjadi tempat konklaf-prosesi penggantian paus baru. Paus sistus IV meminta seniman reinesans pada masa itu seperti Sandro Botticelli, Pietro Perugino, Pinturicchio, Domenico Ghirlandaio, dan Cosimo Rosselli untuk membuat dinding fresko. Dinding fresko di kapel sistina terbagi dua kiri dan kanan yang berisikan sejarah perjanjian baru-riwayat Kristus dan perjanjian lama-riwayat Musa. Pada abad-16 plafon kapel sistina kemudian ditugaskan ke Michaelangelo untuk membuat fresko tentang Il Giudizio Universale – Pengadilan terakhir. Lukisan di langit-langit ini berisi narasi intepretasi tentang proses pembentukan alam semesta hingga kiamat menurut alkitab. Lukisan fresko ini walaupun dibuat dengan susah payah dengan berdiri dan mendongak ke atas oleh Michaelagelo selama 33 tahun, namun memperlihatkan Teknik luar biasa dalam menggambarkan ekspresi wajah dan otot. Di fresko ini kita bisa melihat juga intepretasi wajah dan ekspresi Tuhan termasuk bokongnya.
Untuk menutup malam setelah seharian penuh dengan sejarah dan seni yang kompleks, tentu kunjungan ke Italia harus di lengkapi dengan sepotong Porchetta. Menu Maialino da latte in porchetta con salsa ai peperoni e patate in tripla cotturadi rumah makan Enotico Bistrot Italiano dekat dengan stasiun utama Roma pantas menutup malam. Kalau di negeri China kita mengenal Charsiu, maka di Italia, Porchetta adalah menu andalannya. Babi panggang yang dibuat dengan digulung diselimuti oleh kulitnya yang renyah dipanggang dan digoreng dengan bumbu khas Italia.
Kriuk!
…
Setelah 2 jam perjalanan dengan kereta Fresciarossa-kereta cepat Italia dari stasiun Roma Termini yang sibuk, kereta berhenti di stasiun Salerno, selatan Italia. Tak jauh dari stasiun perjalananan dilanjutkan dengan kapal cepat selama 30 menit ke Costa d’Amalfi-pesisir pantai laut Tyrrhenian dari tanjung Sorrento hingga kota Salerno.
Selama ini saya mengingat kota-kota di pesisir Amalfi dari beberapa film, baik itu Under the Tuscan Sun, Tenet, hingga Equalizer 3. Lokasinya membekas di ingatan saya, dengan latar rumah-rumah di tebing yang curam dan berwarna-warni pastel. Dan sungguh, pemandangan aslinya jauh memukau dramatis ketika cahaya matahari jatuh ke latar lekuk-lekuk pegunungan di belakang bangunan-bangunan pastel tersebut. Pengalaman ini cocok dengan tulisan John Steinback tahun 1953 tentang Positano; “It is a dream place that isn’t quite real when you are there and becomes beckoningly real after you have gone.”
Pesisir Amalfi dengan karakter kota yang berbukit telah terdaftar di Unesco World Heritage Site pada tahun 1997. Kota Atrani dan Vietri Sul Mare terdaftar sebagai I Borghi più belli d’Italia-kota tercantik di Italia. Tidak hanya pemandangan yang terkenal, pesisir Amalfi juga dikenal dengan produksi limoncello. Limoncello adalah minuman berkadar alkohol tinggi yang dibuat berbahan dasar sfusato Amalfitano. Lemon-lemon besar berwarna kuning cerah yang bisa mencapai diameter 20 cm dengan rasa segar manis. Lemon-lemon ini ditanam di tanah-tanah terasering halaman rumah sepanjang pesisir Amalfi dan berbuah pada bulan februari hingga oktober.
Di semua kota sepanjang pesisir Amalfi, mereka memiliki kesamaan yaitu terdapat sebuah Gereja besar dan Duomo-nya sendiri yang menjadi pusat komunitas. Lain Amalfi lain Positano. Kota yang lebih terjal ini walaupun memiliki sejarah maritim yang hampir sama dengan kota Amalfi, kecuramannya perlu ekstra tenaga untuk bisa menjelajahi lorong-lorong labirin kotanya. Untuk menuju Spaggia Di Positano misalnya, kita perlu persiapkan kaki yang kuat untuk menelusuri ratusan anak tangga. Namun begitu kita sudah di spaggia-pantai-nya, pemandangannya menjadi sangat dramatis. Pemandangan dengan berupa deretan rumah-rumah yang saling tumpuk menumpuk berwarna pastel di kaki pegunungan yang indah.
Kota-kota di pesisir Amalfi tercatat dalam sejarah sebagai pusat perdagangan laut. Seperti perdagangan, maka akan datang peradaban, juga kebiadaban. Namun tidak selamanya ia menjadi pusat kegiatan, pada masanya beberapa kota menjadi kota nelayan dan baru muncul kembali ke permukaan turis ketika ditulis atau masuk ke dalam layar film.
Selain kota-kota di pesisir pantai yang bisa dikunjungi, satu pulau memukau di penghujung tanjung Sorrento dengan lansekap bukit limestone perlu dikunjungi. Pulau Capri walaupun kecil diapit oleh dua gunung besar; Monte Solaro di barat dan Monte San Michelle di timur. Di lembah dua gunung yang curam ini di kedua sisi membuat latar bangunan-bangunan di lembah menjadi dramatis. Pulau ini sudah menjadi tempat berwisata semenjak jaman kekaisaran Romawi. Di Capri sendiri kita bisa melihat bangunan vila Jovis peninggalan zaman tersebut. Pulau Capri walaupun mungkin berarti pulau yang berisi kambing, pada awal abad ke-19 dikenal menjadi tempat aman bagi komunitas gay dan lesbian. Kini pulau Capri berkembang menjadi surga baik dari para seniman dan artis hingga turis seluruh dunia untuk menikmati pemandangan yang indah dan cuacanya yang sejuk,
Cobalah memesan perjalanan kapal dari Pulau Capri ke Kota Amalfi kita bisa menikmati pemandangan lansekap yang luar biasa indah. Sambil menikmati udara sejuk, matahari sore yang hangat menerpa kulit, jangan lupa meneguk satu shot limoncello. Perjalanan di Pulau Capri dan kota-kota Pesisir Amalfi tampaknya tepat dengan frasa terkenal dari Italia; dolce la vita. Dalam hidup yang terbatas waktu, Italia mengajarkan tentang kehidupan yang manis; kehidupan yang menyenangkan dan penuh kenikmatan.
Salute!
…
Entah kesekian kalinya kaki ini menapakkan di schipol, Amsterdam. Mungkin karena keterikatan Indonesia terhadap Belanda, selalu ada penerbangan langsung Jakarta-Amsterdam. Penerbangan langsung ini memudahkan Amsterdam sebagai pintu masuk ke negara-negara Eropa dari Indonesia.
Schipol – Amsterdam Central menjadi rute bolak-balik untuk singgah di Belanda. Tinggal di dekat bandara lebih menyenangkan dan ramah terhadap kantong. Tidak jauh dari schipol, sudah ada pusat kota kecil hoopdrof yang lengkap dengan pusat perbelanjaan seperti Primark atau Hema. Pelarian terdekat untuk membeli keperluan sehari-hari atau buah tangan sederhana. Namun kota Amsterdam selalu menawarkan banyak hal, apalagi ketika Amsterdam sebagai hubperjalanan dari tanah air ke benua eropa. Tentunya makanan Indonesia atau asia adalah salah satu alasan singgah di Amsterdam ketika lidah kita jenuh dengan rasa yang sama berhari-hari di negara tertentu.
Di balik kota tua, menembus gerimis di lorong-lorong yang berisi jajakan perempuan hingga gender yang tak bisa didefinisikan terdapat banyak toko-rumah makan asia. Dari rumah makan Kantjil, Blauw yang menawarkan makanan Indonesia hingga New King yang menawarkan masakan China. Walaupun rasa Indonesia di rumah makan ini mungkin tidak seasli dibandingkan di Den Haag ataupun di rumah kita, namun cukup menyegarkan lidah kita dengan nasi hangat dan lauknya.
Di whatsapp, daftar tempat singgah dikirim dari seorang perempuan di Rotterdam.”Ke sini aja, kroket nya enak, atau ke Ons’ Lieve Heer op Solder oke bgt! Ga boring, ikutin storynya super menarik” katanya. Tergiur dengan mengikuti sarannya, destinasi berikutnya sudah bulat. Dari perut yang kenyang setelah makan nasi hangat dengan bebek peking panggang porsi jumbo di rumah makan New King kita berjalan. Saya menembus berjalan kaki 8 menit lorong-lorong bangunan grachtenpanden-rumah kanal di red-light district dengan modal Google Map. Pemandangan Amsterdam bagi saya merupakan perpaduan kebebasan yang bertarik belakang. Kota Amsterdam didominasi rumah kanal, kanal-kanal, gereja-gereja tua, toko mainan seks, rumah makan-cafe, hingga toko-toko ganja yang legal.
Pada abad ke-17 di loteng, di tempat yang tersembunyi dan sunyi, di antara perumahan warga kota, mereka menemukan cara-cara mencari spiritualitasnya. Di bangunan ini tuhan di temukan di loteng-loteng tersamar di antara rumah-rumah kanal yang tersebar di kota Amsterdam. Ketika pemerintah protestan berkuasa, agama-agama lain seperti katolik mencari cara agar tetap dapat menjalankan ibadahnya. Di balik pintu rumah kanal, kepercayaan dan iman lain diperbolehkan pemerintah asal bukan di ruang publik.
Di Museum Ons’ Lieve Heer op Solder adalah contoh schuilkerke yang masih sangat terawat bagaimana gereja di tempatkan di loteng-loteng rumah kanal. Rumah kanal berisi labirin tangga dan koridor sempit yang menghubungkan dapur, ruang makan, ruang tidur hingga gereja di loteng bangunan. Loteng bangunan dimanfaatkan sebagai kapel agar secara struktur lebih mudah menghilangkan kolom-kolom di tengah ruang. Museum ini hanyalah salah satu dari puluhan gereja loteng yang tersebar di seluruh kota Amsterdam pada masanya.
Seperti tempat-tempat lain di seluruh dunia. Tampaknya manusia akan memiliki dorongan lain selain kebutuhan fisik untuk tinggal di dunia, ia memerlukan iman atau kepercayaan. Kepercayaan dan iman walaupun sebagai bentuk realitas yang semu mampu menggerakkan harapan hingga larangan. Iman dalam sejarah diperjuangkan dengan pedang dan darah dan manusia tetap berusaha untuk beradaptasi dalam keterbatasan mewujudkan apa yang dipercaya.
Di vatikan kita menemukan lokasi penyaliban petrus dan pembantaian umat Kristen di sirkus nero kemudian menjadi pusat gereja katolik. Di Cappadocia, Turki di gua-gua dan di bawah tanah seperti sarang semut mereka mendirikan gerejanya. Hingga di loteng-loteng rumah kanal di Amsterdam kita menemukan Tuhan bersemayam Bersama komunitasnya.
Dari tempat-tempat tak terbayangkan, dari lorong gelap, dari kesunyian kita menemukan spiritualitas. Seperti catatan Machiavelli, Perjalanan ini juga mencatat; Agama atau iman disatu sisi menimbulkan rasa cinta, namun juga rasa takut. Agama seharusnya bisa digunakan untuk menjinakkan masyarakat yang ganas dengan cara yang damai. Namun ketika kekuasaan melampaui iman, ketertiban kemudian menjadi kebiadaban.