Portugal-Norwegia 2024

Sore ini salju lebat terus menerpa. Salju tipis yang berhembus tanpa henti menumpuk di kepala dan bahu jaket. Cuaca dengan sangat cepat bersilih ganti. Tak butuh lama, langit dan jarak pandang mata sebelumnya sangat baik berubah tiba-tiba. Fjord yang memperlihatkan bukit-bukit sangarnya menghilang menjadi putih dan abu-abu. Angin memperburuk rasa dingin, menusuk tulang. 

Di perbukitan tepian air itulah konon para trolls hidup. Sebuah kekuatan besar, kekuatan alam yang harus diingat oleh manusia yang dalam budaya Norse digambarkan sebagai monster jelek dengan kekuatan besar yang berlawanan dengan manusia.

Cahaya nautikal yang semula cukup terang sekarang hanya berupa awan putih. Padahal jam 11 baru saja cahaya muncul, jam 2 siang, gelap sudah menjemput lagi. Tromso mereka menyebutnya. Salah satu kota besar di utara Norwegia yang menawarkan kedekatannya dengan arktik dan aktifitas cahaya aurora. tak jauh dari pusat kota Tromso, di balik hujan salju yang terus menerus turun, sebuah bangunan unik mencuat. Satu bangunan di tengah pusat kota berbentuk atap lengkung, sebuah perpustakaan.

Bangunan perpustakaan ini sudah berdiri dari 1973. Sambil mengemil rakfisk-ikan yang diasinkan, bangunan ini mengingatkan saya pada bangunan perpustakaan di Seattle, Amerika yang di rancang oleh Rem Koolhaas. Namun asin yang menyengat di tengah gemeretak gigi kedinginan ini malah membawa ingatan ke karya Koolhaas. Ingatan yang terpaut 8 jam perjalanan pesawat sebelum sampai di Tromso; bangunan Koolhaas di Portugal.

Di sebuah plasa yang tertutup marmer travertine berdirilah sebuah bangunan alien berbentuk polihedron-banyak segi. Bangunan banyak segi ini menjadi kontras karena terletak di plasa pinggir bundaran jalan-rotunda da Boavista yang bersejarah. Material beton yang membentuk bangunan banyak segi ini juga menjadikannya kontras di tengah-tengah bangunan yang dominan bernafas klasik. Mereka menyebutnya Casa de musica, atau rumah musik. 

Dalam perancangannya, masa bangunan Casa de musica ini adalah hasil komunikasi masa bangunan dengan batas-batas tapaknya baik dengan garis jalan dan bangunan sekitarnya. Casa de musica dibangun dengan fungsi utama hall musik untuk menampung 1300 orang dan fasiltas pendukung lainnya. Publik bisa menikmati fungsi-fungsi yang berbeda dalam bangunan ini lewat jalur yang disediakan dari pintu masuk hingga auditorium menembus ke ruang lain seperti kafe, ruang antara, hingga bar. Koridor publik yang menembus-nembus ini ditekankankan oleh arsiteknya-Rem Koolhass bahwa bangunan publik bisa menjadi petualangan arsitektur bagi pengunjungnya. 

Jendela-jendela besar yang ada ditampak bangunan merupakan sinergi antara ruang dalam dan luarnya. Contohnya auditorium utama yang membuka ujung panggung dan belakang tempat duduk dengan jendela super besar memandang ke garis langit kota Porto. Jendela ini batasi dengan menggunakan kaca bergelombang khusus sehingga tetap memberikan cahaya dan latar langit–atap kota Porto sambil tidak menembuskan suara sekaligus memberikan efek akustik yang merata ke dalam auditorium. Dinding ruang dalam auditorium memiliki kecanggihan akustik yang baik berbahan luar kayu. Dinding akustik ini memiliki pola desain yang menyerupai gurat-gurat lantai plasa travertine tempat Casa de musica berdiri. Casa de musica menjadi nafas alternatif arsitektur bangunan pertunjukan. Sebuah bangunan pertunjukkan berbentuk kotak sepatu yang dibentuk apa adanya lewat beton putih. Kotak sepatu yang mendobrak kebiasaan tentang bangunan auditorium yang tertutup menjadi cair; terbuka antara dalam dan luar. Sebuah kotak sepatu raksasa yang dirancang oleh Rem Koolhaas.

Rem Koolhaas, sang arsitek Casa de musica adalah arsitek berwargakenagaraan Belanda dengan biro arsitekturnya Office for Metropolitan Architecture (OMA). Tidak mudah mendefinisikan Koolhaas dan karyanya. Di Kota Porto kita dapat menemukan bentuknya yang aneh dan juga di belahan dunia lainnya. Sulit mengenali dan memahami bangunan khas Koolhaas hanya dengan tampilan visualnya. Mengenal Koolhaas bagi saya adalah mengenal proses, dunia ide, tentang apa yang bisa terjadi.

Arsitektur Koolhaas seringkali dikenali lewat proses penciptaannya. Proses penciptaan yang banyak melalui pertanyaan dan lewat penelitian. “The writing of ‘Delirious New York’ was famous before Rem’s architecture, and it was better than his architecture,” kata kritikus dan arsitek Inggris Charles Jenks. Lewat OMA, banyak sekali penelitian sebuah bangunan hadir sebelum karya arsitekturnya tiba. Ketika sebagai professor di Harvard dia menjelajahi Pearl delta sebelum membangun CCTV di Beijing. Sebelum bekerja dengan Prada, penelitiannya tentang budaya berbelanja sudah tersedia dalam bentuk buku.

Casa de musica adalah salah satu bangunan kontradiktif, ia menjadi alien lewat tampak beton putih yang kontras namun juga berusaha menjadi kontekstual lewat bentuk yang menyesuaikan tapak.  Tak jauh dari tempatnya berdiri, karya arsitek Portugis yang mendunia memiliki nafas arsitektur yang berbeda. Alvaro Siza, seorang arsitek yang sejatinya ingin menjadi pematung, kemudian menjadi arsitek modern kontemporer yang disegani.

Bangunan museum Serralves, adalah bangunan putih yang duduk di antara rimbun pepohonan di Taman bersejarah Serralves. Bangunan putih ini terlihat berdansa dengan pepohonan sekitarnya. Di museum ini bahan bangunan diterapkan sesederhana sehingga menjadi latar bagi karya seni yang ditampilkan. Museum Serralves menjadi sebuah perjalanan menikmati seni yang direncanakan dengan baik dan memiliki kejutan-kejutan dari pintu masuk, ruang hall penerima hingga ruang-ruang pamer. Kejutan seperti dari langit-langit yang rendah kemudian bertemu hall yang tinggi dengan bukaan atap untuk menerangi dalam ruangan hingga skala ruang pamer yang bermacam-macam. 

Bahan bangunan cukup unik, tatahan marmer terlihat melengkapi ditempatkan di tempat yang cukup sering dilewati dan digunakan oleh pengunjung agar lebih awet dan tidak mudah kotor, namun tidak mendominasi cat putih bangunan museum; jujur. Pertemuan-pertemuan bahan marmer, dinding putih, langit-langit putih sangat di pikirkan dengan baik bahkan dengan cermat ditambahkan dengan jenaka. Ada kejutan detail jenaka yang bila kita telusuri dalam detail-detail pertemuan bahan yang berbeda bila kita cukup cermat memperhatikannya. Detail jenaka di bangunan ini muncul seperti pegangan tangan di tangga yang dilengkungkan, atau garis tali air sengaja dibuat melewati garis yang tidak seharusnya.

Pendekatan bentuk bangunan yang unik dengan warna yang monokrom tidak menghilangkan pendekatan sensitifnya terhadap tapak, budaya dan sejarah yang melingkupinya. Baginya “arsitek tidak menciptakan apa pun, mereka mengubah realitas”. Bagaimana cara menghormati tapak lewat bentuk bangunan yang unik dengan warna monokrom, Siza seringkali di sebut arsitek modern puitis. Tak jauh dari kota Porto, Portugal, Alvaro Siza juga merancang sebuah museum Santo Tirso yang menarik, namun kali ini ia mengerjakan proyek tersebut bersama muridnya; Eduardo Souto De Moura.

Museum Santo Tirso berdiri diatas Kawasan dan bersejarah Biara Sao Bento yang dibangun pada abad ke-17. Penambahan bangunan dilakukan sesederhana mungkin dengan membuat satu bangunan baru bernafas modern; dengan bentuk kotak trapesium berwarna putih. Penambahan bangunan tidak terhidarkan karena bertambahnya koleksi museum Abade Pedrosa yang sudah ada di bangunan biara dan program baru untuk menampung koleksi patung kontemporer internasional. Siza dan de Moura menambahkan bangunan sekitar 45 derajat  dengan bangunan eksisting biara yang berbentuk klasik. Di pertemuan bangunan lama dan baru, mereka meletakkan pintu masuk untuk mendorong pengunjung untuk mengunjungi kedua belah musium.

Kerjasama unik antara Siza dan Moura berlangsung sejak 1974. Siza adalah guru dan senior dari de Moura. De Moura bekerja tidak lama bagi Siza sebelum mendirikan praktiknya sendiri tahun 1980.  Hubungan mereka tetap dekat dan memiliki kantor di bangunan yang sama yang dirancang De Moura di kota Porto, Portugal. Bagi mereka, kolaborasi karya arsitektur muncul dari dialog dan sketsa yang mereka lakukan bersama dengan kepekaan tentang arsitektur yang berbeda. Di Museum Santo Tirso detail-detail jenaka tentu tidak ketinggalan muncul di sudut-sudut tak terduga. Contohnya adalah naiknya sedikit janggutan di pintu masuk museum atau pertemuan railing tangga beton yang secara denah berbentuk kotak namun dibuat melengkung dan melayang.

Siza dianugerahi Pritzker prize, penghargaan arsitektur internasional bergengsi pada tahun 1992 untuk karyanya museum Serralves, sedangkan muridnya, De Moura di anugerahi penghargaan yang sama pada tahun 2011 untuk bangunan Casa das Historias Paula Rego di Kota Cascais, Portugal.

Di tengah taman kota Cascais yang semula berupa lapangan tenis 30 menit dari kota Lisbon, bangunan merah dengan dua piramid gepeng menjulang tinggi. Hari-hari ini mungkin lebih baik membangun lapangan tenis yang sedang viral dan menguntungkan dibanding membangun museum yang sulit. Dengan cepat, pengunjung pasti bisa mengenali bangunan unik ini di kota Cascais. Bangunan beton berwarna merah yang terinspirasi dari istana di kota Sintra ini menjulang menunjukkan piramidnya kontras dengan hijau pepohonan dan rumput sekitar. Bagi orang portugis warna merah betonnya meninggalkan kesan Vermelho-merah tanah yang dalam yang gerah dan eksotis.

Piramid tinggi itu berisi café dan toko, agak aneh karena bukan berfungsi sebagai ruang pamer-yang kebanyakan diduga oleh pengunjung. Namun secara menyenangkan di dalam piramid ini pengunjung bisa merasakan langit-langit meruncing yang di akhiri dengan cahaya dari kaca di penutupnya. Ruang dalam pyramid ini mengingatkan saya pada karya seni James Turrel.

Sama seperti di musium Santo Tirso, di bangunan museum Paula Rego kejenakaan De Moura muncul pada volume masa bangunan yang menonjol 45 derajat di sudut barat laut. Diluar bentuk bangunan yang menonjol di antara pepohonan tua, detail-detail arsitektur dikerjakan secara disiplin terbagi dan bertemu dengan baik seperti di bangunan klasik. “Bahasa arsitektur Klasik menarik bagi saya karena jelas, terorganisir dan menawarkan rasa keamanan dan kontinuitas.” Menurut De Moura. 

De Moura membuktikan bahwa potensi kreatifitas bisa muncul lewat bahan bangunan lokal secara ekspresif tetapi tetap bisa mencerminkan semangat modern. Pada saat yang sama arsitektur De Moura seperti bertentangan; ekspresif namun terlihat tenang dan sederhana.

Di Portugal saya belajar bahwa 3 arsitek ini memiliki pendekatan arsitektur terhadap tapak yang berbeda. 3 arsitek yang memiliki kepekaan yang tinggi untuk menghargai konteks-sekitar dengan hasil yang berbeda. Pada akhirnya walaupun arsitektur dibuat sesederhana mungkin akan tetap menciptakan kontras yang berbeda dengan lingkungan sebelumnya.

Sambil menikmati arroz de pato dengan latar kota Lisbon di ketinggian Miradouro das Portas do Sol saya bergumam. Nasi goreng kenyal dengan daging bebek cincang hangat ini menjadi teman merenung saya; tentang kesempatan arsitek untuk menandai lingkungan baru arsitekturnya. “Not many architects have the luxury to reject significant things.” Kata Koolhaas.

About the author