Batas dalam Arsitektur Naungan

Batas

 

Memahami batas dalam arsitektur adalah usaha memahami sejarah panjang bagaimana arsitektur terbentuk.  Arsitektur diciptakan manusia agar lingkungan binaan barunya memberikan ruang dengan tingkat kenyamanan yang sesuai dengan kenyamanan suhu tubuh manusia untuk beraktifitas sesuai dengan fungsinya.  Saya memiliki ketertarikan terhadap batas, sempadan, dan teritori. Bagaimana sebuah batas di buat atau terbentuk dalam arsitektur? Dalam arsitektur naungan, batas atau sempadan adalah penting. Mendefinisikan ulang tentang batas atau sempadan sebuah perhinggaan suatu tempat/ruang menjadi satu bagian penting bagaimana kita menyelesaikan kecairan ruang luar-ruang dalam atau ruang positif-ruang negatif. Dalam perkembangannya, batas ini kemudian bisa berkembang menjadi alat geo-politik sebuah negara dengan peraturan-peraturan yang ada di dalamnya.

 

Bagi saya, dengan mendalami arsitektur naungan, memberikan ruang berpikir dan pertanyaan-pertanyaan untuk melakukan spekulasi yang mengakar tentang elemen batas. Kita bisa memiliki peluang meredefinisi tentang batas untuk membangun lingkungan baru, menyesuaikan potensi iklim dan konteks untuk interaksi sosial, aktifitas dan organisasi ruang yang akan kita bangun. Ada banyak faktor bagaimana kita mengatasi batas dalam arsitektur. Menurut saya, hal ini dibagi menjadi 3 yaitu Iklim, Privasi dan Keamanan. Di tulisan pertama ini saya akan membahas batas dari segi iklim, karena penyelesaian tentang privasi dan keamanan juga perlu memahami bagaimana lingkungan sosial terbentuk dan pembelajaran lebih lanjut tentang norma-pakem yang terjadi di masyarakat.

 

Saya mengharapkan untuk melewati batasan dari peraturan konvensional, yang terbatas pada dinding, jendela dan pintu, menuju eksplorasi  yang berhubungan dengan lansekap, hubungan ruang, material atau modifikasi lingkungan sekitar. Pencarian tentang batas ini kemudian diharapkan menghasilkan spekulasi lingkungan yang lain. Sebuah dorongan untuk melampaui sekedar kulit bangunan yang biasanya kita bangun untuk melingkupi kegiatan di dalamnya. Sebagai arsitek definsi-definisi lain tentang batas juga perlu didorong sehingga tidak selalu bergantung dan terbatas dengan teknologi yang ada. Ketergantungan terhadap teknologi yang ada kadang menjadi alasan imajinasi kita yang lemah. Pencarian tentang definisi lain batas ini mungkin adalah cara bagaimana imajinasi kita dapat kembali memimpin dan kemudian teknologi akan mengikutinya.

 

Iklim Tropis

 

Arsitektur di negara tropis berbeda dengan arsitektur di negara non-tropis. Suhu lingkungan luar dan suhu yang akan di capai di dalam arsitektur di lingkungan tropis tidak jauh berbeda. Sedangkan suhu di lingkungan non-tropis pada waktu-waktu tertentu memiliki perbedaan yang sangat jauh antara suhu lingkungan dengan suhu yang akan dicapai untuk kenyamanan manusia. Kenyamanan suhu akan bersifat relatif tergantung dengan adaptasi manusia dan faktor lingkungannya. Kenyamanan suhu sendiri terdiri dari beberapa faktor seperti temperatur udara, kecepatan udara, kelembapan, jenis pakaian, tingkat radiasi dari lingkungan, dan tingkat metabolisme manusia.

 

Untuk arsitektur, secara umum yang perlu dicapai adalah kenyamanan suhu temperatur dan kelembapan. Untuk kenyamanan suhu temperature, beberapa penelitian mencoba membuat standar. Contohnya di Amerika, 20 °C – 23.5 °C untuk musim dingin dan 23 °C – 25.5 °C untuk musim panas dengan rata-rata 23 °C sepanjang tahun. Sedangkan untuk daerah tropis, kenyamanan temperatur ruang berada di rata-rata 23-25 °C. Untuk kenyamanan kelembapan banyak di sepakati pada nilai 40% – 70%. Melihat iklim tropis basah yang ada di Indonesia dengan suhu temperatur lingkungan luar berkisar di antara 18 °C – 32 °C, membuat ada peluang suhu temperatur luar sudah nyaman bagi tubuh manusia. Arsitektur di iklim tropis berkemungkinan lebih besar memiliki kesamaan temperatur dan kelembapan antara ruang dalam dengan lingkungan sekitar secara alami.
 

Bioclimatic Analysis in Pre-Design Stage of Passive House in Indonesia by Santy, Hiroshi Matsumoto, Kazuyo Tsuzuki and Lusi Susanti
Bioclimatic Analysis in Pre-Design Stage of Passive House in Indonesia by Santy, Hiroshi Matsumoto, Kazuyo Tsuzuki and Lusi Susanti

 

Batas di Iklim Tropis

 

Dengan data ini, investigasi lingkungan dibutuhkan untuk menciptakan sebuah iklim mikro baru yang selama ini terbatas pada sekat-sekat interior dalam arsitektur.

 

Ada sebuah buku menarik  “Architecture of the Well-Tempered Environment ” oleh Reyner Banham. Buku ini memberikan pandangan tambahan terhadap saya, bahwa; Arsitektur yang dibentuk oleh dinding-dinding interior memberikan ruangan yang sesuai dengan tingkat kenyamanan suhu manusia yang biasanya memiliki perbedaan suhu dengan lingkungan sekitar. Pertanyaan saya, apakah Arsitektur kemudian akan selalu terlepas dari ruang luarnya, lingkungan sekitar?

 

Sebagai arsitek banyak dari kita memahami bahwa interior bangunan adalah cara kita memanipulasi dan mengkontrol iklim mikro yang kita inginkan. Terlepas dari letak geografis dan lingkungan yang ada di sekitarnya, interior, kulit bangunan dan segala sistem penghawaan canggihnya menjadi jalan pintas untuk mendapatkan kenyamanan. Interior dengan standar kenyamanan yang hampir sama di setiap tempat di hampir tiap negara ini akhirnya memutus hubungan ruang dalam dengan lingkungan sekitar tanpa memahami potensi lingkungan sekitar kita. Contohnya adalah temperatur luar yang mungkin sudah sesuai dengan tingkat kenyamanan manusia. Karena terbiasa dengan metode merancang ini, ketika fokus kita hanya terletak pada kenyamanan interior, bentuk fisik bangunan menjadi sekedar  untuk menanggapi fisik lingkungan seperti jalan, sungai, view, dan arah matahari. Keragaman iklim yang terjadi karena lingkungan akhirnya dengan sederhana dan cepat di selesaikan dengan asumsi umum bahwa kulit ataupun dinding bangunan dan sistem mekanikal canggih akan menyelesaikan kenyamanan suhu yang akan dicapai di dalamnya.

 

Kita perlu melakukan lebih dari sekedar memindah aktifitas menjadi terlindungi atau ternaungi. Kitaperlu mencari definisi batas lain secara filsafat, desain, interaksi sosial, material, atau melakukan spekulasi ketika dinding dan geometri bangunan yang biasanya sebagai jalan pintas tidak lagi menjadi elemen utama dalam organisasi ruang atau pembagian mintakat. Apakah mungkin pengolahan material, energi atau manipulasi lansekap yang telah ada bisa menjadi satu definisi batas yang lain. Mungkin dengan sedikit imajinasi sebagai kemungkinan definisi batas yang lain menambah sumbangan dalam arsitektur naungan sebagai solusi iklim tropis.

 

Kedepannya, saya akan fokuskan eksperimen tentang batas ini kedalam empat cara;

  1. Teknologi-Material yang menembuskan : bagaimana eksplorasi lain tentang material bisa di menggantikan elemen dinding/jendela/pintu yang ada sekarang dengan sifatnya yang menembuskan cahaya dan udara alami yang kita butuhkan.
  2. Pengolahan energi : bagaimana kita dapat mengeksplorasi bagaimana energi dapat mendefinisi tentang batas yang lain
  3. Manipulasi landsekap : bagaimana dengan intervensi landsekap kita mengeksplorasi batas yang lain baik dengan atau tanpa elemen batas dalam arsitektur yang kita kenal selama ini.
  4. Mintakat yang menembuskan : bagaimana eksplorasi dengan elemen-elemen yang telah ada di rangkai agar ruang-ruang yang terbentuk tetap mendapatkan cahaya dan udara alami yang kita butuhkan.

 

 

Tentunya dengan usaha pencarian batas yang mengakar ini, perlu juga dipahami bagaimana arsitektur menyelesaikan masalah utamanya yaitu terhadap lingkungan dan sosial. Pada akhirnya arsitektur adalah usaha bagaimana membuat lingkungan yang telah ada bisa lebih nyaman digunakan oleh manusia. Pencarian Arsitektur Naungan dan percobaan mengartikan ulang Batas adalah usaha saya membangun arsitektur yang lebih obyektif. Arsitektur Naungan dan batasnya bukan usaha membangkitkan arsitektur vernakular yang sudah ada, melainkan bagaimana kita menggunakan inspirasinya lalu menerapkan teknologi material, alat, dan imajinasi kita terhadap kemungkinan lain. Kemungkinan yang lebih obyektif bagaimana arsitektur di iklim tropis melalui pengolahan batas dan mintakat kembali memberikan sumbangsih alternatif terhadap kenyamanan manusia yang menempatinya daripada sekedar menyerahkannya pada sistem yang canggih.

 

Beberapa contoh sketsa yang dikumpulkan dari beragam inspirasi tentang eksperimen batas baik tentang material, lansekap, dan mintakat.
Beberapa contoh sketsa yang dikumpulkan dari beragam inspirasi tentang eksperimen batas baik tentang material, lansekap, dan mintakat.

About the author